> RMS 'Sabotase' Lawatan SBY ke Belanda RMS 'Sabotase' Lawatan SBY ke Belanda ~ Bacaanmu RMS 'Sabotase' Lawatan SBY ke Belanda
| 0 comments ]

VIVAnews - Baru kali ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunda kunjungan ke luar negeri di menit-menit akhir menjelang naik pesawat. Penundaan disampaikan saat semua anggota rombongan - termasuk sejumlah wartawan - sudah bersiap di Bandara Halim Perdanakusumah Jakarta, Selasa siang 5 Oktober 2010.

Kendati pesawat kepresidenan telah siap berangkat, Yudhoyono memutuskan menunda lawatan ke Negeri Belanda. Kunjungan ini memenuhi undangan Pemerintah Belanda beberapa tahun lalu, namun harus beberapa kali menunggu waktu yang tepat.

Rupanya ada masalah serius yang membuat Yudhoyono mantap menunda kunjungan kenegaraan ini. Menurut dia, ini bukan masalah pribadi melainkan menyangkut harga diri bangsa.

Masalahnya, Yudhoyono mendengar kabar bahwa pengadilan di Den Haag, Selasa 5 Oktober 2010, mengadakan sidang kilat atas gugatan dari pimpinan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) yang berada di pengasingan di Belanda. Menurut media massa Belanda, tuntutannya sangat menggusarkan: meminta pihak berwenang agar menangkap Presiden Yudhoyono atas pelanggaran HAM di Maluku. 

Sebagai presiden suatu negara yang berdaulat, perkembangan di Den Haag itu sudah melecehkan kehormatan bangsa. "Itu menyangkut harga diri dan kehormatan kita sebagai bangsa. Saya tahu itu adalah pengadilan biasa, tapi ini menyangkut harga diri," kata Yudhoyono dalam jumpa pers dadakan di Bandara Halim.

Juru bicara Kepresidenan, Julian Pasha, mengungkapkan bahwa presiden kemudian mengirim pemberitahuan resmi perihal penundaan kunjungan kepada pemerintah Belanda sebagai pengundang, yaitu Ratu Beatrix dan Perdana Menteri Jan Peter Balkenende. Intinya, selain menjelaskan alasan penundaan, pemerintah akan menunggu sampai proses gugatan yang diajukan Republik Maluku Selatan (RMS) selesai diputuskan di Pengadilan Den Haag.

Pemerintah Belanda maupun kedutaan besarnya di Jakarta, sampai berita ini diturunkan, belum bersedia menanggapi penundaan itu. Mereka juga menunggu perkembangan lebih lanjut.

Menyangkut harga diri bangsa, Duta Besar Indonesia untuk Belanda, JE Habibie, mengungkapkan bahwa pemerintah Belanda melalui Menteri Kehakiman Hirsh Balin menjamin keamanan dan hak imunitas atau kekebalan hukum bagi Yudhoyono dan rombongan selama menyambangi negara mereka.

Namun, ini bukan masalah keamanan Yudhoyono dari ancaman penangkapan pihak berwenang Belanda. Walau presiden Indonesia tidak akan ditangkap karena memiliki hak imunitas sebagai kepala negara yang diundang pemerintah Belanda, namun vonis pengadilan secara psikologis akan mengganggu. "Adalah tidak enak bagi presiden saya kalau ia divonis," kata Habibie seperti yang dimuat di laman Radio Nederland.

Menurut media massa di Belanda, sebenarnya sidang pengadilan atas kasus itu sudah diketahui oleh umum sejak Sabtu pekan lalu. Ketika itu, Presiden RMS di pengasingan, John Wattilete, mengumumkan akan meminta sidang kilat.

Menurut Wattilete, Yudhoyono harus ditahan karena melanggar hak-hak asasi manusia di Maluku. "Saat ini ada 93 orang dipenjara karena mereka berdemonstrasi secara damai  bagi Republik Maluku Selatan. Data ini berdasarkan laporan dari Amnesty International dan Human Rights Watch."

Selain menggugat Yudhoyono melalui pengadilan, Wattilete mengungkapkan bahwa RMS juga akan menggelar demonstrasi di Den Haag pada Kamis, 7 Oktober 2010, atau pada hari kedua lawatan Yudhoyono yang dijadwalkan sebelumnya. "Kami ingin agar ada perhatian atas pelanggaran HAM di Indonesia," kata Wattilete yang dikutip harian De Telegraaf.

Wattilete bahkan mengajak simpatisan RMS di Belanda mengambil libur kerja supaya bisa turut datang berdemonstrasi.
***
Bila tidak ada halangan dan pembatalan, kunjungan Yudhoyono ke Belanda tergolong historis. Terakhir kali Belanda menyambut secara resmi presiden Indonesia adalah pada 3 September 1970. Maka, setelah Suharto, Yudhoyono melakukan lawatan resmi ke Negeri Tulip itu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengungkapkan bahwa lawatan Yudhyono itu akan mengesahkan Perjanjian Kemitraan Komprehensif antara Indonesia dengan Belanda. Perjanjian itu menaikkan derajat hubungan bilateral sekaligus memperkuat mekanisme kerjasama kedua negara di bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan budaya.

Tidak hanya itu, perjanjian tersebut, menurut Faizasyah, juga memuat pengakuan secara tertulis Belanda atas kemerdekaan Indonesia pada 1945. Memang secara de facto sudah ada pengakuan dari Belanda dengan hadirnya Menteri Luar Negeri saat itu, Bernard Bot, pada peringatan 17 Agustus di Jakarta lima tahun lalu.

"Namun dalam konteks tertulis, dokumen [kemitraan komprehensif] ini bisa merepresentasikan adanya pengakuan bahwa penerimaan kemerdekaan Indonesia 1945, dapat diterima secara moral dan politik oleh pihak Belanda," kata Faizasyah.  

Hubungan Indonesia - Belanda selama ini kian erat. Sebelum pensiun sebagai Duta Besar Belanda untuk Indonesia akhir Juni lalu, Nikolaos van Dam mengungkapkan bahwa Jakarta merupakan pos perwakilan diplomatik terbesar Belanda. "Kami memiliki lebih dari seratus staf di sini untuk mengurus proyek-proyek kerjasama dari berbagai bidang. Mulai dari perdagangan, pendidikan hingga penanggulangan banjir," kata van Dam.

Radio Nederland juga mencatat sejumlah pencapaian penting dalam hubungan antara Indonesia dan Belanda. Nilai total ekspor Indonesia ke Belanda selama periode Januari – Oktober 2009 mencapai US$2,95 miliar. Selain itu pada tahun 2009 nilai investasi PMA asal Belanda di Indonesia berada pada peringkat kedua, atau 11,1 persen dari jumlah total, di bawah Singapura.
source: vivanews.com

0 comments

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
http://bacaanmu.blogspot.com/
http://bacaanmu.blogspot.com/